Kedudukan dan Fungsi Hadis

Kedudukan dan Fungsi Hadis

Hadis merupakan sumber kedua bagi ajaran Islam. Hadis adalah sumber yang paling luas, yang terinci penjelasannya, dan paling lengkap susunannya. Hadis memberikan perhatian yang penuh dalam menjelaskan Al-Qur’an. Oleh sebab itu, tidaklah seharusnya dalam urusan istinbāt ̣ hukum Islam, orang mencukupkan Al-Qur’an saja, tanpa membutuhkan Penjelasan
dari hadis.
Maka dari itulah, jangan terlalu mudah mengambil suatu hukum dari Al-Qur’an tanpa melihat terlebih dahulu apakah ada hadis yang menjelaskan tentang ayat tersebut. Marilah kita menggali potensi kemampuan kita dalam memahami Al-Qur’an dan hadis agar kita mampu memahami Islam dengan baik dan benar.

A. Kedudukan Hadis dalam Islam

Hadis bukanlah teks suci sebagaimana Al-Qur’an. Akan tetapi, hadis selalu menjadi rujukan kedua setelah Al-Qur’an dan menempati posisi penting dalam kajian keislaman. Mengingat penulisan hadis yang dilakukan ratusan tahun setelah Nabi Muhammad SAW. wafat, maka banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan suatu hadis. Hal tersebut kemudian memunculkan sebagian kelompok meragukan dan mengingkari akan kebenaran hadis sebagai sumber hukum.
Mayoritas ulama, baik yang tergolong ulama terdahulu (salaf) maupun ulama modern  khalaf), dari masa sahabat sampai sekarang telah bersepakat bahwa sunnah (hadis) merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling melengkapi.
Oleh karena itu, umat Islam diwajibkan untuk taat kepada sunnah sebagaimana ketaatan mereka terhadap Al-Qur’an. Al-Qur’an dan hadis merupakan dua sumber hukum Islam yang tetap. Orang Islam tidak mungkin dapat memahami syari’at Islam secara mendalam tanpa merujuk kepada kedua sumber hukum Islam tersebut.
Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang memberikan pengertian bahwa hadis itu merupakan sumber hukum Islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah, maupun larangan. Untuk membuktikan hadis sebagai sumber ajaran Islam, para ulama hadis mengemukakan beberapa dalil atau argumentasi rasional, teologis, Al-Qur’an, sunah, maupun ijma’.

1. Dalil Rasional dan Teologis

Kehujjahan hadis dapat diketahui melalui argumentasi rasional dan teologis secara bersamaan. Beriman kepada Rasulullah SAW. merupakan salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh setiap umat Islam. Keimanan ini diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an agar manusia beriman dan menaati Nabi Saw. Apabila seseorang mengaku beriman kepada Rasulullah, konsekuensi logisnya adalah menerima segala sesuatu yang datang darinya yang berkaitan dengan urusan agama, karena Allah telah memilihnya untuk menyampaikan syari’at-Nya kepada umat manusia. Mengenai hal ini M. ‘Ajjaj al- Khāt ̣ib mengatakan:

“Al-Qur’an dan sunah merupakan dua sumber hukum syari’at Islam yang saling terkait. Seorang muslim tidak mungkin dapat memahami syari’at kecuali dengan kembali kepada keduanya. Seorang mujtahid dan orang alim tidak mungkin mengabaikan dan mencukupkan diri hanya kepada salah satu dari keduanya.”

Allah SWT. juga memerintahkan untuk beriman dan mentaati nabi Saw. Dengan demikian, menerima hadis sebagai ḥujjah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keimanan seseorang. Apabila ia tidak menerima hadis sebagai ḥujjah, sama halnya ia tidak beriman kepada Rasulullah SAW. Jika ia tidak beriman kepada Rasulullah SAW, ia tidak mengimani salah satu rukun Iman.

2. Dalil Al-Qur’an

Dalam berbagai ayat di Al-Qur’an dijelaskan bahwa Nabi saw memiliki tugas dan peran yang sangat penting terkait dengan agama. 

Pertama, Nabi Muhammad Saw. diberi tugas menjelaskan Al-Qur’an sebagaimana firman Allah:

 وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: “Dan Kami turunkan aż-Żikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan”
(QS. An-Nahl [16]: 44).

Kedua, Nabi Muhammad SAW. sebagai suri teladan (uswah hasanah) yang wajib diikuti oleh setiap umat Islam sebagaimana firman Allah:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

Artinya: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzāb [33]: 21)

Ketiga, Nabi wajib ditaati oleh segenap umat Islam sebagaimana dijelaskan pada QS.al-Anfāl [8]: 20:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَا تَوَلَّوْا عَنْهُ وَاَنْتُمْ تَسْمَعُوْنَ


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, padahal kamu mendengar (perintah- perintah-Nya).”
(QS. Al-Anfāl [8] : 20)

Selain itu, masih banyak lagi dalam Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk taat kepada Nabi Muhammad SAW. Antara lain sebagai berikut:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. Al-Nisa’ [4]: 59)

Demikian juga pada QS. al-Ḥasyr [59]: 7:

وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ

Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Ḥasyr [59]: 7)


Ayat-ayat lain yang sejenis yang memaparkan tentang perintah untuk menaati Allah dan Rasul-Nya juga masih ada seperti QS. al-Māidah [5]: 92 dan an-Nūr [24]:54. Ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa ketaatan kepada Rasulullah Saw. bersifat mutlak, sebagaimana ketaatan kepada Allah SWT. Demikian juga dengan ancaman atau peringatan bagi yang mendurhakai Allah sering disejajarkan dengan ancaman karena durhaka kepada rasul-Nya. Wujud dari bentuk ketaatan kepada Rasul adalah ketaatan terhadap segala yang dibawanya, yakni ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis. Seseorang tidak cukup hanya berpedoman pada Al-Qur’an dalam melaksanakan ajaran Islam, tapi juga wajib berpedoman kepada hadis Rasulullah SAW. Oleh karena itu, taat terhadap ketentuan-ketentuan hadis adalah sebuah keniscayaan. 

3. Dalil Sunnah

Kehujjahan tentang hadis juga dapat diketahui melalui pernyataan-pernyataan Rasul sendiri melalaui beberapa hadisnya. Antara lain pesan mengenai keharusan menjadikan hadis sebagai pedoman hidup di samping Al- Qur’an agar manusia tidak tersesat. Sabda Nabi Saw:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ


Artinya: "Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya." (HR. Imam Mālik)

Hadis ini secara tegas menyatakan bahwa Al-Qur’an dan sunnah/hadis Nabi Muhammad SAW. merupakan pedoman hidup manusia yang menuntun ke arah yang benar dan lurus, bukan ke arah yang sesat. Keduanya merupakan warisan dari Rasulullah yang paling berharga bagi umat Islam. Selain Al-Qur’an dan sunnah Nabi, sunnah al-Khulafā ar-Rāsyidūn pun dapat dijadikan panutan sebagaimana disabdakan Nabi SAW:

فعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ بَعْدِي عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

Artinya: “Maka, hendaklah kalian berpegang dengan sunahku dan sunah al-Khulafā al-Rāsyidūn yang mendapat petunjuk. Pedomanilah sunnah (jalan hidup) mereka dan pegangilah erat-erat...” (HR. Abu Dawud)

Demikian juga hadis-hadis yang senada yang menjelaskan tentang keharusan umat Islam mengikuti hadis Nabi dalam urusan ibadah kepada Allah atau dalam persoalan hukum dan kemasyarakatan, sebagaimana argumentasi Mu’aż bin Jabal ketika hendak diutus Rasulullah ke Yaman. Beliau akan melandaskan antara lain pada sunnah Nabi saat menetapkan hukum suatu perkara yang dihadapinya dan Nabi menyetujui dan membenarkan pendapat Mu’aż.

4. Dalil Ijmā’

Para sahabat Nabi tidak ada satupun yang menolak tentang wajibnya taat kepada Nabi Saw. Dalam perkembangannya, umat Islampun telah sepakat mengenai kewajiban mengikuti sunnah Nabi Saw. Hal ini berarti, ijma’ umat Islam untuk menerima dan mengamalkan sunnah sudah ada sejak zaman Nabi, para al-Khulafā ar-Rāsyidūn, dan para pengikutnya. Banyak contoh yang menggambarkan betapa para sahabat sangat mengagumi Rasulullah dan melakukan apa yang dilakukannya. Di antaranya Abū Bakar pernah berkata,”Aku tidak akan meninggalkan sesuatupun yang dilakukan Rasulullah, maka pasti aku melakukannya..”

Secara fakta memang di antara umat Islam ada yang mengingkari Sunnah. Mereka disebut kelompok inkar as-sunnah yang embrionya muncul sejak zaman Imam Syafi’i, tetapi jumlah mereka sedikit dan argumentasi mereka sudah dipatahkan oleh para ulama hadis.